Jejak Kasus Briptu S Paksa Tahanan Wanita Seks Oral Berujung Jadi Tersangka

 

Makassar, radarjatim.net - Oknum anggota Polda Sulawesi Selatan (Sulsel) Briptu S ditetapkan sebagai tersangka kasus terkait aksinya memaksa seorang tahanan wanita untuk melakukan seks oral. Briptu S sebelumnya juga dijatuhi sanksi demosi selama tujuh tahun akibat kasus yang sama.

"Iya, sudah ditetapkan tersangka," kata Dirreskrimum Polda Sulsel Kombes Jamaluddin Farti, Senin (8/1/2024).

Wanita yang menjadi korban Briptu S diduga dipaksa melakukan seks oral dalam tahanan Polda Sulsel pada Agustus 2023 lalu. Kasus ini pertama kali diungkapkan oleh pacar korban berinisial NH (26).

Menurut NH, dia awalnya menjenguk korban saat mendekam di tahanan Polda Sulsel. Dia kemudian curiga sebab sang pacar tak ingin lama-lama dijenguk.

"Awalnya itu saya pergi membesuk. Cuma tiga hari sebelumnya itu, saya melihat perubahan sikap dari korban, biasanya kalau saya pergi membesuk biasanya lama toh terus cerita-cerita, tapi pas tiga hari sebelumnya itu, dia selalu suruh saya cepat-cepat pulang," kata NH (26) kepada wartawan di Makassar, Rabu (16/8/2023).

NH yang menyadari perubahan korban langsung memaksa korban untuk cerita. Korban yang terus didesak akhirnya mengaku bahwa dia dilecehkan oleh oknum polisi.

"Akhirnya dia mulai terbuka, dia bilang, 'sebenarnya ada masalahku di sini, dilecehkan ka'," ungkap NH menirukan ucapan korban.

NH yang mendengar hal tersebut langsung mendesak korban untuk menceritakan secara lengkap. Korban lalu menuturkan pelecehan tersebut berawal saat Briptu S masuk ke sel tahanan dalam kondisi mabuk.

"Ada polisi penjaga di sini dalam keadaan mabuk, langsung masuk di sel tahanan perempuan, di kamarku langsung baring di belakangku, terus langsung ka' na peluk dari belakang," kata NH kembali menirukan pengakuan korban.

NH menuturkan pelaku lalu mengajak korban untuk masuk ke toilet namun korban beralasan haid. Saat kejadian itu, korban bersama dua tahanan lain.

"Cuma waktu dibisik pacarku kemarin, (oknum polisi) bilang ayo ke WC, dia alasan bilang 'haid' padahal tidak ji," kata NH.

"Saat kejadian itu, ada tahanan lain dua orang, cuma ada satu tahanan yang bangun tapi langsung pura-pura tidur karena takut," sambungnya.

Menurut NH, pelaku kemudian memaksa korban untuk melakukan seks oral. Korban yang takut tak bisa melakukan perlawanan hingga menuruti kemauan pelaku.

"Tanpa aba-aba, nabaleki badannya pacarku," ujar NH.

NH menambahkan bahwa Briptu S sebenarnya sudah sering melakukan tindakan pelecehan terhadap korban. Namun menurutnya perbuatan pelaku sudah keterlaluan karena memaksa korban melakukan seks oral.

"Sebelumnya itu dia sering melakukan pelecehan dengan oknum yang sama ini. Sudah saya tau. Tapi ini yang paling parahnya kemarin, yang kemarin itu yang sering dia lakukan misalnya korban jalan langsung tiba-tiba na pegang dadanya," katanya.

Korban Seorang Tahanan Kasus Obat Daftar G
Wakil Direktur LBH Makassar Azis Dumpa mengatakan korban merupakan seorang tahanan kasus peredaran obat daftar G. Dia mengatakan pihaknya juga akan fokus mengkaji kasus yang menjerat korban.

"Kami akan menelusuri karena memang ada situasi dalam peredaran obat-obatan itu perempuan itu dimanfaatkan sebenarnya," kata Azis Dumpa, Rabu (16/8/2023).

Azis mengatakan kerentanan korban di antaranya dalam bentuk ekonomi. Menurutnya, bisa jadi pula korban tidak memiliki pengetahuan yang cukup terhadap perbuatannya.

"Dan tidak tahu konsekuensi dari apa yang dia lakukan bahkan memang karena posisinya ketergantungan laki-laki dan lingkungannya itu membuat dia mudah ditarik," katanya.

Briptu S Disanksi Demosi 7 Tahun

Sebelum menjadi tersangka, Briptu S yang merupakan anggota Direktorat Perawatan Tahanan dan Barang Bukti (Dit Tahti) Polda Sulsel itu menjalani sidang kode etik pada Selasa (5/12/2023). Briptu S dijatuhi sanksi demosi selama tujuh tahun.

Namun sanksi demosi itu sempat menuai sorotan sejumlah pihak, termasuk oleh Komisioner Kompolnas Poengky Indarti. Dia kecewa karena Briptu S seharusnya disanksi lebih berat berupa pemecatan tidak dengan hormat (PTDH).

"Meskipun putusan sidang kode etik adalah kewenangan KKEP (Komisi Kode Etik Polri), tetapi Kompolnas sangat menyesalkan putusan KKEP yang menjatuhkan hukuman ringan kepada Briptu S yang dianggap terbukti bersalah melakukan pelanggaran etik karena melakukan tindak pidana pelecehan seksual kepada tahanan perempuan di ruang tahanan Polda Sulawesi Selatan," kata Poengky, Sabtu (9/12/2023).

Menurut Poengky, putusan demosi 7 tahun tersebut tidak sebanding dengan kekerasan seksual yang dilakukan Briptu S. Dia juga menyinggung tugas utama Briptu S sebagai personel Direktorat Perawatan Tahanan dan Barang Bukti.

"Briptu S seharusnya melaksanakan tugasnya dengan baik, bukan malah memanfaatkan kerentanan tahanan perempuan dengan melakukan kekerasan seksual kepada korban," cetusnya.(red.L)

Post a Comment

Lebih baru Lebih lama