Surabaya, radarjatim.net - Desy Ayu Indriani tampak menahan isak tangisnya saat mendengar vonis penjara 9 tahun terhadap dirinya. Hakim Pengadilan Negeri (PN) Surabaya menilai ia terbukti melanggar Undang-Undang Kekerasan dalam Rumah Tangga (KDRT).
Dengan terus membasuh air matanya, perempuan 26 tahun itu menerima vonis tersebut. Pasalnya, vonis yang dijatuhkan lebih ringan tiga tahun dari tuntutan jaksa sebelumnya yakni 12 tahun pidana penjara.
Desy merupakan terdakwa pembunuhan suaminya, Fendik Tri Oktasari. Aksi Desy tergolong keji karena suaminya tewas dipalu beberapa kali hingga tewas. Bahkan Desy merekayasa pembunuhan suaminya seolah-olah suaminya tewas bunuh diri.
Pembunuhan yang dilakukan Desy berawal pada Jumat, 23 Maret 2018 sekitar pukul 22.00 WIB. Saat itu, Fendik yang baru pulang bekerja sebagai penjual tahu bulat keliling disambut dengan kemarahan Desy.
Ini karena untuk kedua kalinya, Desy mengetahui Fendik selingkuh lagi dengan perempuan idaman lainnya. Keduanya lalu adu mulut saat dua anak mereka tengah tidur di kamar.
Sadar melakukan kesalahan, pria 27 tahun itu kemudian diam dan menghentikan adu mulut dengan istrinya dan memilih diam lalu duduk di ruang tengah sambil mendengar ocehan Desy.
Namun diamnya Fendik bukan meredam kemarahan Desy tapi malah menjadi-jadi. Puncaknya, Dest lalu menuju dapur dan melihat dua palu. Desy yang dikuasai amarahnya lalu mengambil palu yang lebih besar.
Palu itu selanjutnya dihantamkan Desy sekuat tenaga ke kepala Fendik yang tengah duduk. Fendik yang merintih kesakitan lalu kembali dihantam palu untuk kedua kalinya lalu terkapar, meski demikian, Fendik saat itu masih bernapas.
Kali ini, Desy panik melihat hal itu dan mempunyai ide untuk sekalian menghabisi Fendik. Fendik yang sudah tak berdaya kemudian dilakban mulut serta kedua tangan dan kakinya dan dibiarkan tewas.
Setelah memastikan Fendik tewas dengan kondisi terbungkam lakban, Desy selanjutnya mencari tali dan menjeratkan ke leher Fendik. Dengan susah payah tali itu lalu dikaitkan di salah satu tiang penyangga rumah.
Pada dini hari itu, Desy lalu berteriak pura-pura histeris mengetahui suaminya tewas bunuh diri. Teriakan ini kemudian mengundang warga ke rumahnya. Warga yang mengetahui Fendik tewas gantung diri lalu melaporkan kejadian itu ke polisi.
Petugas yang datang segera ke lokasi dan melakukan olah TKP. Dari sini, polisi menemukan kejanggalan seperti kondisi jenazah Fendik yang terbungkam lakban. Tanda-tanda kekerasan juga ditemukan di bekas luka benjolan di kepala.
Fendik yang diduga bunuh diri juga posisinya menggantung dengan kaki masih menyentuh lantai. Sedangkan tali yang seharusnya tali yang melilit bukan di leher namun hanya di dagu saja.
Dari kejanggalan-kejanggalan ini, korban lalu dievakuasi untuk dilakukan autopsi. Sedangkan Desy yang masih berpura-pura sedih itu kemudian dibawa ke kantor polisi dan diperiksa lebih lanjut. Setelah dicecar penyidik, Desy kemudian mengakui membunuh Fendik.
Kasus itu kemudian diungkap dalam jumpa pers di Mapolsek Karangpilang. Polisi yang menghadirkan Desy dengan pakaian tahanan itu mengungkapkan temuan kasus bunuh diri merupakan rekayasa dari Desy.
Kapolsek Karangpilang saat itu, Kompol Noerijanto mengatakan selain adanya pengakuan dari Desy, pihaknya juga mengantongi bukti dari hasil pemeriksaan jenazah Fendik dari RSU dr Soetomo.
"Kita telah tugaskan anggota ke RSU Dr Soetomo dan ada keterangan ahli jika ditemukan bekas pukulan benda tumpul di kepala korban," ujar Noerijanto kala itu.
"Motifnya sementara ini ada wanita idaman lain. Istrinya ini sudah beberapa kali menjumpai suaminya terlibat hubungan dengan wanita lain," imbuh Noerijanto.
Atas perbuatannya itu, polisi menjerat Desy dengan Pasal 44 ayat 3 UU RI No 32 tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT). Ia lalu segera jadi pesakitan di Pengadilan Negeri Surabaya.
Selasa, 4 September 2018, majelis hakim yang diketuai Hanung FX lalu menjatuhkan vonis terhadap Desy 9 tahun pidana penjara. Vonis ini lebih ringan dari tuntutan jaksa sebelumnya yakni 12 tahun pidana penjara.(red.L)
Posting Komentar