Mau Jadi Kadus di Desa Gadungan? Siapkan Uang, Bukan Otak!



KEDIRI,  radarjatim.net – Praktik dugaan jual beli jabatan kembali mencoreng wajah pemerintahan desa di Kabupaten Kediri. Kali ini, dugaan tersebut menyeruak dari wilayah Desa Gadungan, Kecamatan Puncu, di mana dalam proses pengisian jabatan Kepala Dusun (Kadus) Gadungan Barat, calon pengisi jabatan diduga harus menggelontorkan uang dalam jumlah besar, mulai dari puluhan hingga ratusan juta rupiah, demi dapat menduduki posisi tersebut.

Informasi ini diperoleh dari laporan sejumlah warga dan penggiat antikorupsi yang menyatakan bahwa proses pengisian perangkat desa tersebut tidak berjalan secara transparan dan profesional, melainkan sarat dengan praktik transaksional.

“Ini bukan pungli, melainkan dugaan kuat jual beli jabatan. Sangat berbeda. Ini tindakan sistematis yang mengarah pada tindak pidana korupsi,” ungkap salah satu tokoh masyarakat yang meminta namanya dirahasiakan.

Kebenaran dugaan ini turut menguat setelah Forum Peserta Ujian Penyaringan Perangkat Desa (FPUPPD) Kabupaten Kediri menerima Surat Pemberitahuan Perkembangan Hasil Penyidikan (SP2HP) dari Ditreskrimsus Subdit III Tipidkor Polda Jawa Timur, pada 22 April 2025.

Surat SP2HP tersebut merupakan balasan atas permintaan FPUPPD tertanggal 12 Maret 2025 yang meminta kejelasan atas perkembangan kasus pengisian perangkat desa Tahun Anggaran 2023 di Kabupaten Kediri. Berdasarkan SP2HP Nomor B/188/IV/RES.3.3./SP2HP-3/2025, Polda Jatim telah melakukan penyidikan terhadap enam kepala desa, termasuk:

  • Purwanto, S.E. selaku Kepala Desa Gadungan, yang disinyalir terlibat dalam praktik kecurangan.

  • Pemeriksaan terhadap 14 saksi, 1 ahli bidang hukum, serta penyitaan barang bukti telah dilakukan.

  • Kasus ini mengarah pada praktik manipulasi sistematis dalam seleksi perangkat desa.

Tak hanya itu, Polda Jatim juga telah menahan tiga tersangka dalam kasus dugaan rekayasa pengisian perangkat desa di wilayah Kediri. Para tersangka terbukti terlibat dalam manipulasi nilai ujian dan menerima imbalan dari peserta seleksi, sebagaimana disampaikan oleh Kabid Humas Polda Jatim, Kombes Pol Dirmanto.

“Kami mendalami dugaan keterlibatan lebih banyak pihak. Barang bukti berupa dokumen seleksi, rekaman komunikasi, hingga bukti transaksi keuangan telah kami amankan,” tegasnya.

Dugaan jual beli jabatan dalam konteks pengisian perangkat desa ini melanggar beberapa ketentuan hukum, antara lain:

  • Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU No. 20 Tahun 2001, khususnya:

    • Pasal 3: “Setiap orang yang dengan tujuan menguntungkan diri sendiri atau orang lain secara melawan hukum, menyalahgunakan kewenangan… sehingga dapat merugikan keuangan atau perekonomian negara…”

    • Pasal 5 dan Pasal 11: mengatur pemberian suap kepada penyelenggara negara.

  • Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa:

    • Pasal 50 dan 51 yang menyatakan bahwa pengangkatan perangkat desa harus melalui mekanisme transparan dan objektif berdasarkan hasil penjaringan.

Debby D. Bagus Purnama dari FPUPPD meminta agar pengungkapan kasus ini tidak tebang pilih. Ia meyakini ada aktor intelektual di balik skenario jual beli jabatan ini.

“Kami yakin ini by design. Jangan hanya tangkap operator lapangan, tapi juga otak di balik jaringan ini,” tegasnya.

Sementara itu, Gabriel Goa, Ketua KOMPAK INDONESIA menambahkan bahwa perilaku koruptif di tingkat desa adalah akar masalah pembangunan yang gagal.

“Jika perangkat desa didapat melalui transaksi haram, maka anggaran negara yang digelontorkan ke desa berpotensi besar disalahgunakan,” katanya.

Gabriel menyarankan agar semua perangkat desa yang terbukti hasil jual beli jabatan segera dianulir dan proses seleksi diulang secara independen.

Masyarakat Desa Gadungan dan sekitarnya kini berharap agar proses hukum ini tidak hanya berhenti pada penetapan beberapa tersangka. Mereka ingin agar kasus ini diusut tuntas hingga ke akar-akarnya, dan proses pengisian perangkat desa ke depan bisa berlangsung secara bersih, jujur, dan adil.

Polda Jatim sendiri memastikan bahwa pengusutan akan terus berjalan. Penyidik masih menunggu hasil pemeriksaan laboratorium dari ITS Surabaya sebagai bahan untuk gelar perkara penetapan tersangka berikutnya.

Pemerintah pusat dan daerah diimbau untuk segera mengevaluasi ulang sistem pengisian perangkat desa secara menyeluruh. Transparansi, pengawasan, dan integritas harus dikedepankan agar tidak ada lagi praktik korupsi yang merugikan masyarakat desa.

Berita ini akan terus diperbarui seiring perkembangan penyidikan oleh aparat penegak hukum.(RED.D)

Post a Comment

Lebih baru Lebih lama