KEDIRI, radarjatim.net – Proses hukum kasus dugaan pemalsuan dokumen tanah kembali bergulir di ruang sidang Pengadilan Negeri Kabupaten Kediri, Rabu (tanggal menyesuaikan). Dalam agenda persidangan kali ini, Jaksa Penuntut Umum (JPU) menghadirkan empat orang saksi guna memperkuat dakwaan terhadap terdakwa Hari Amin, mantan kepala desa.
Empat saksi tersebut adalah Subarkah Basuki (saksi pelapor), Endang Wiliarti (istri Subarkah), Gunardi (Kepala Dusun setempat), dan Suherman yang saat itu menjabat sebagai Camat Kras. Keempatnya dimintai keterangan secara bergantian di hadapan Majelis Hakim yang diketuai oleh Sri Haryanto.
Subarkah, dalam kesaksiannya, menyatakan bahwa dirinya baru mengetahui tanah miliknya seluas 307 meter persegi telah bersertifikat atas nama Hari Amin pada tahun 2021. Hal itu ia ketahui saat dipanggil sebagai saksi dalam perkara perdata antara Hari dan PG Ngadirejo. “Saya terkejut, karena merasa tidak pernah memberikan tanah itu, baik ke desa maupun ke Hari secara pribadi,” tegasnya.
Ia menceritakan bahwa perkenalan dengan Hari baru terjadi sekitar tahun 2017, ketika ia mengurus dokumen kematian orang tuanya. Dalam proses tersebut, Subarkah sempat menyerahkan salinan KTP dan menandatangani beberapa lembar dokumen tanpa membacanya terlebih dahulu, lantaran sedang terburu-buru dan percaya pada pihak desa.
“Saya kira itu hanya untuk keperluan administrasi surat kematian. Tidak pernah terpikir bahwa tanda tangan saya akan digunakan untuk hibah tanah,” jelas Subarkah yang merasa tertipu dan sangat dirugikan.
Ia pun melaporkan kejadian tersebut ke pihak kepolisian setelah mengetahui adanya dugaan manipulasi atas tanda tangannya yang digunakan untuk kepentingan lain tanpa sepengetahuannya.
Menanggapi keterangan itu, terdakwa Hari Amin membantah tudingan Subarkah. Ia menyatakan bahwa saksi mengetahui secara penuh maksud dari penandatanganan dokumen hibah. “Ada beberapa pernyataan yang tidak sesuai fakta,” ucap Hari dalam persidangan.
Sementara itu, JPU Lusya Marhaendrastiana menambahkan bahwa dalam proses pembuktian, surat hibah yang dimaksud telah dilampirkan dalam berkas perkara. “Di dalam dokumen hibah itu ada tanda tangan Subarkah yang dibubuhi materai. Tapi saat ditunjukkan di persidangan, Subarkah menyatakan itu bukan tanda tangannya,” terang Lusya usai sidang.
Kasus ini menjadi perhatian publik, terutama karena menyangkut persoalan hak atas tanah dan kemungkinan penyalahgunaan kekuasaan oleh oknum pejabat desa. Persidangan masih akan berlanjut dengan agenda mendengarkan keterangan saksi lainnya.(RED.AL)
Posting Komentar