Surabaya, radarjatim.net — Dinas Pendidikan (Dispendik) Kota Surabaya kembali menjadwalkan pemanggilan terhadap yayasan pengelola SMP Katolik Angelus Custos serta orang tua dari SSH (15), siswa kelas IX yang meninggal dunia di lingkungan sekolah. Pemanggilan ini merupakan langkah ketiga yang diambil pihak Dispendik sebagai upaya tindak lanjut atas insiden tersebut.
Kepala Dispendik Surabaya, Yusuf Masruh, menjelaskan bahwa pihaknya telah mencoba berkomunikasi dengan yayasan melalui sambungan telepon, namun belum berhasil bertemu langsung. Pertemuan dijadwalkan ulang agar yayasan dan keluarga korban bisa duduk bersama mencari titik terang atas kejadian yang telah menarik perhatian masyarakat luas.
"Sudah saya hubungi, hanya baru via telepon. Kami ingin segera mempertemukan yayasan dan orang tua korban agar permasalahan ini bisa dibicarakan secara menyeluruh. Ini menyangkut nasib seorang anak, jadi harus ada kepedulian dari semua pihak," ujar Yusuf saat dikonfirmasi, Senin (12/5/2025).
Sebelumnya, dua kali pertemuan telah diupayakan Dispendik untuk mempertemukan pihak sekolah dengan keluarga almarhum SSH. Namun, orang tua korban merasa sekolah masih belum menunjukkan sikap proaktif dalam menangani persoalan ini.
"Orang tua merasa pihak sekolah terlalu pasif. Kami harap sekolah bisa menunjukkan tanggung jawab moral. Ini bukan sekadar persoalan hukum, tapi juga soal empati dan kepedulian," tambah Yusuf.
Lebih lanjut, Yusuf menyampaikan bahwa idealnya pihak yayasan hadir langsung karena merekalah yang memiliki kewenangan tertinggi atas lembaga pendidikan tersebut. Namun, dalam dua pertemuan sebelumnya, yayasan selalu diwakili oleh kepala sekolah karena posisi yayasan berada di luar kota, yakni di Malang.
"Harapan kami, pertemuan ketiga ini bisa dihadiri langsung oleh yayasan. Dengan begitu, bisa ada dialog terbuka dan solusi damai. Kami ingin semua ini demi kepentingan terbaik bagi dunia pendidikan, terutama anak-anak," tuturnya.
Kasus ini bermula dari meninggalnya SSH pada Jumat, 28 Maret 2025, saat mengikuti ujian praktik mata pelajaran Pendidikan Jasmani, Olahraga, dan Kesehatan (PJOK) bersama rekan-rekannya. Insiden ini memicu laporan dari keluarga korban ke pihak kepolisian, sedangkan pihak sekolah menyatakan bahwa peristiwa tersebut merupakan musibah dan menyebut tidak ada indikasi unsur pidana.
Dispendik Surabaya menekankan bahwa pendekatan kekeluargaan tetap diupayakan, meski proses hukum tetap berjalan. "Yang kami kedepankan adalah kemanusiaan. Ini soal masa depan dan kepercayaan masyarakat terhadap lembaga pendidikan," tegas Yusuf.(RED.A)
Posting Komentar