Jabatan Jadi Barang Dagangan! Kasus Dugaan Suap Perangkat Desa di Kecamatan Gurah Makin Panas!



Kediri,  radarjatim.net  – Pengisian perangkat desa di lima desa dalam wilayah Kecamatan Gurah, Kabupaten Kediri, menuai sorotan setelah muncul dugaan adanya praktik jual beli jabatan. Proses seleksi yang seharusnya berlangsung transparan dan sesuai dengan regulasi, kini diselimuti oleh tuduhan bahwa calon perangkat desa harus membayar sejumlah uang dalam kisaran puluhan hingga ratusan juta rupiah agar dapat menduduki posisi yang diinginkan.

Kelima desa yang melakukan pengisian perangkat desa tersebut adalah Desa Ngasem, Desa Besuk, Desa Tiru Kidul, Desa Tiru Lor, dan Desa Gayam. Di Desa Ngasem, posisi yang diisi adalah Kepala Seksi Pemerintahan. Sementara di Desa Besuk, pengisian perangkat desa mencakup posisi Sekretaris Desa, Kepala Seksi Pelayanan, Kepala Urusan Perencanaan, Kepala Urusan Tata Usaha dan Umum, serta Kepala Dusun Besuk. Desa Tiru Kidul melakukan pengisian perangkat desa pada posisi Kepala Urusan Tata Usaha dan Umum serta Kepala Dusun Kemuning. Di Desa Tiru Lor, pengisian dilakukan pada posisi Kepala Seksi Kesejahteraan, Kepala Dusun Sentul Barat, dan Kepala Dusun Sentul Timur. Sedangkan di Desa Gayam, perangkat desa yang diisi adalah Kepala Seksi Pemerintahan, Kepala Seksi Pelayanan, dan Kepala Dusun Gayam Timur.

Dugaan praktik jual beli jabatan dalam proses pengisian perangkat desa ini berpotensi melanggar berbagai regulasi yang mengatur tata kelola pemerintahan desa. Salah satunya adalah Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa, yang dalam Pasal 50 ayat (1) menyebutkan bahwa "Perangkat desa diangkat oleh kepala desa dari calon perangkat desa yang telah memenuhi persyaratan dan melalui proses seleksi yang transparan serta akuntabel."

Selain itu, jika terbukti adanya transaksi jual beli jabatan, tindakan tersebut dapat dikategorikan sebagai tindak pidana korupsi sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Pasal 12 huruf e menyatakan bahwa "Pegawai negeri atau penyelenggara negara yang dengan maksud menguntungkan diri sendiri atau orang lain secara melawan hukum, atau dengan menyalahgunakan kekuasaannya memaksa seseorang untuk memberikan sesuatu, membayar, atau menerima pembayaran dengan potongan, atau untuk mengerjakan sesuatu bagi dirinya sendiri, dapat dipidana dengan hukuman penjara paling singkat 4 tahun dan paling lama 20 tahun serta denda paling sedikit Rp200 juta dan paling banyak Rp1 miliar."

Masyarakat setempat mengungkapkan kekhawatiran terhadap maraknya praktik yang diduga melanggar hukum ini. Mereka berharap agar aparat penegak hukum segera melakukan penyelidikan dan mengambil langkah tegas apabila ditemukan bukti kuat adanya tindak pidana dalam proses pengisian perangkat desa ini.

“Kami ingin proses pengisian perangkat desa berlangsung jujur dan transparan, tanpa ada praktik suap atau jual beli jabatan. Jika benar ada indikasi seperti itu, kami mendorong aparat hukum untuk bertindak,” ujar salah seorang warga yang enggan disebutkan namanya.

Di sisi lain, pihak terkait dari pemerintah daerah maupun kepolisian diharapkan segera melakukan investigasi untuk mengungkap fakta-fakta di lapangan. Transparansi dalam pengisian perangkat desa sangat penting guna menciptakan pemerintahan desa yang bersih dan berintegritas.

Kasus ini menjadi ujian bagi komitmen pemerintah dalam menegakkan prinsip good governance serta memberantas praktik-praktik korupsi yang merugikan masyarakat dan mencederai demokrasi di tingkat desa. Proses hukum yang adil dan transparan sangat diharapkan demi menjaga kepercayaan publik terhadap sistem pemerintahan desa di Kabupaten Kediri.(TIM)

Post a Comment

Lebih baru Lebih lama