Kediri, radarjatim.net – Kasus dugaan penipuan proyek Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) kembali mencuat setelah sejumlah pihak melaporkan belum terealisasinya janji proyek rabat jalan yang telah dijanjikan lebih dari satu tahun lalu. Dugaan ini menyeret nama Mardoko, seorang figur yang diduga menjanjikan proyek dengan nilai mencapai Rp2 miliar kepada beberapa kepala desa dan pemilik CV. Namun, hingga kini tidak ada satu pun proyek yang terlaksana, sementara uang administrasi telah disetorkan oleh para korban.
Menurut salah satu korban yang juga merupakan koordinator tim sukses dalam proyek ini, Marjoko menjanjikan proyek rabat jalan dengan nilai maksimal Rp2 miliar dan minimal Rp750 juta. Untuk mendapatkan proyek tersebut, para calon pelaksana diminta membayar biaya administrasi yang berkisar antara Rp10 juta hingga Rp15 juta per proyek.
Namun, seiring berjalannya waktu, proyek yang dijanjikan tidak pernah terealisasi. Beberapa CV bahkan mengaku telah mengeluarkan dana hingga Rp60 juta untuk mendapatkan beberapa proyek sekaligus, namun hasilnya nihil. Korban merasa ditipu dan terus dikejar oleh pihak-pihak yang telah menyetorkan dana kepada mereka.
“Saya dijanjikan proyek ini lebih dari setahun yang lalu. Namun, hingga saat ini tidak ada satupun proyek yang terealisasi. Kami sudah menyerahkan sejumlah uang administrasi, bahkan ada yang mencapai Rp60 juta. Ini jelas merugikan kami,” ungkap salah satu korban.
Selain itu, korban juga mengungkapkan bahwa dana yang telah disetorkan masuk ke rekening pribadi Marjoko serta timnya, termasuk seorang bernama Gihanto, yang disebut sebagai bagian dari tim sukses CDI. Para korban kini terus mendapatkan tekanan untuk mempertanggungjawabkan uang yang telah mereka setorkan.
“Setiap hari saya ditagih, terutama menjelang Lebaran ini. Orang-orang terus mencari saya untuk meminta pertanggungjawaban, sementara uangnya sendiri masuk ke rekening Marjoko dan timnya. Saya sendiri tidak pernah menerima fee sepeser pun,” lanjut korban.
Bahkan, korban menuding bahwa istri Marjoko juga turut serta dalam skema ini. Mereka menilai bahwa ini hanyalah akal-akalan untuk mengeruk keuntungan tanpa ada niat merealisasikan proyek yang dijanjikan.
Berdasarkan fakta-fakta yang terungkap, kasus ini berpotensi melanggar beberapa ketentuan hukum yang berlaku di Indonesia, antara lain:Pasal 378 KUHP tentang Penipuan, yang menyatakan bahwa siapa pun yang dengan maksud menguntungkan diri sendiri atau orang lain secara melawan hukum dengan tipu muslihat atau rangkaian kebohongan dapat dipidana dengan hukuman penjara hingga empat tahun.Pasal 372 KUHP tentang Penggelapan, yang mengatur bahwa seseorang yang menguasai barang atau uang milik orang lain secara melawan hukum dapat dipidana dengan penjara maksimal empat tahun.Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, yang dalam Pasal 2 ayat (1) menyebutkan bahwa siapa pun yang secara melawan hukum memperkaya diri sendiri atau orang lain yang merugikan keuangan negara dapat dihukum dengan pidana penjara minimal empat tahun dan maksimal 20 tahun.Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas UU No. 31 Tahun 1999, yang memperketat ketentuan pidana bagi mereka yang terlibat dalam tindakan korupsi dan penyalahgunaan wewenang.
Dengan berbagai indikasi penipuan dan penggelapan yang terjadi, para korban berharap agar kasus ini segera mendapat perhatian serius dari pihak berwenang. Mereka meminta agar aparat penegak hukum segera melakukan penyelidikan menyeluruh terhadap aliran dana yang telah masuk ke rekening pribadi pihak-pihak yang terlibat.
“Saya hanya ingin uang kami dikembalikan. Kami sudah dirugikan secara materiil dan mental. Setidaknya, pihak yang bertanggung jawab harus segera diproses hukum,” tegas korban.
Hingga berita ini diterbitkan, belum ada pernyataan resmi dari Mardoko maupun pihak terkait mengenai tuduhan tersebut. Para korban masih menunggu kepastian hukum agar kasus ini bisa segera ditindaklanjuti demi menegakkan keadilan.
(Red.TIM)
Posting Komentar