Masih Marak Penahanan Ijazah Pekerja, Sosialisasi Perda Ketenagakerjaan Dinilai Masih Minim

 


KOTA KEDIRI, radarjatim.net   – Penahanan ijazah dan dokumen pribadi oleh perusahaan terhadap pekerja masih saja terjadi hingga saat ini, meski sudah ada payung hukum yang secara tegas mengatur larangan praktik tersebut. Minimnya sosialisasi Peraturan Daerah (Perda) tentang Penyelenggaraan Ketenagakerjaan dinilai menjadi salah satu penyebab utama lemahnya pemahaman pekerja akan hak-haknya.

Ketua DPC Serikat Buruh Muslimin Indonesia (Sarbumusi) Kota Kediri, Suyadi, menyebut praktik penahanan dokumen seperti ijazah, KTP, bahkan paspor, masih kerap ditemukan dalam hubungan kerja di berbagai sektor usaha. Ironisnya, banyak pekerja tidak tahu bahwa tindakan tersebut melanggar hukum.

“Perda itu sudah ada dan jelas mengatur relasi kerja, termasuk soal larangan menahan ijazah. Tapi sayangnya, belum disosialisasikan secara luas oleh pemerintah,” ujar Suyadi.

Ia mengingat kembali bahwa inisiasi lahirnya perda tersebut juga tidak lepas dari kasus penahanan ijazah massal yang sempat terjadi di Kabupaten Kediri, dengan jumlah mencapai puluhan. Namun, kejadian serupa ternyata masih saja berulang akibat ketidaktahuan pekerja dan lemahnya pengawasan.

“Dulu pernah ada 67 ijazah yang ditahan. Dari situ kami dorong adanya regulasi daerah. Tapi ya percuma kalau masyarakat nggak tahu aturannya,” lanjutnya.

Menurut Suyadi, Satpol PP sebenarnya bisa menjadi pihak yang menerima laporan atas pelanggaran perda tersebut. Sayangnya, tidak banyak pekerja yang berani mengadu karena khawatir akan sanksi dari perusahaan, bahkan intimidasi.

Kondisi Pekerja Masih Lemah dalam Relasi Kerja

Suyadi menjelaskan, ketimpangan kekuasaan antara pekerja dan pemberi kerja menjadi akar masalah yang kompleks. Banyak pekerja yang terpaksa diam karena takut diberhentikan atau diminta mencari pengganti sebelum ijazah dikembalikan.

“Bahkan ada perusahaan yang memaksa karyawan mencari pengganti terlebih dulu sebelum ijazahnya dikembalikan. Ini jelas bentuk penindasan,” ungkapnya.

Praktik penahanan dokumen, kata Suyadi, biasanya dilakukan terhadap pekerja yang mengelola keuangan perusahaan atau bertanggung jawab atas aset berharga, seperti sopir pribadi atau petugas kasir. Tak jarang, dokumen yang ditahan tidak hanya sebatas ijazah, tapi juga KTP, SIM, hingga BPKB kendaraan.

Butuh Peran Aktif Pemerintah dan Serikat Buruh

Lebih jauh, Suyadi menilai perlu adanya peran aktif dari Dinas Tenaga Kerja maupun instansi terkait untuk melakukan sosialisasi massif tentang hak dan kewajiban dalam hubungan kerja. Ia juga mendorong agar pelatihan hukum ketenagakerjaan diberikan secara berkala kepada para pekerja melalui forum diskusi, pelatihan, atau pendidikan hukum singkat.

“Teman-teman serikat buruh sudah sering mengusulkan adanya diklat hukum ketenagakerjaan. Tapi belum juga direalisasikan. Sekarang sudah 2025, aturan itu seolah hanya jadi formalitas,” tegasnya.

Ia pun menutup dengan harapan agar para pekerja lebih berani bersuara dan melaporkan jika mendapati hak-haknya dilanggar, sembari mengingatkan bahwa hukum ada untuk melindungi, bukan menakut-nakuti.(red.al)

Post a Comment

Lebih baru Lebih lama