Kediri, radarjatim.net – Persidangan lanjutan terkait kasus keracunan massal di Desa Krecek, Kecamatan Badas, kembali digelar pada Kamis (24/4) di ruang sidang Cakra, Pengadilan Negeri Kediri. Agenda persidangan yang dimulai sekitar pukul 13.10 WIB itu berlangsung secara tertutup.
Jaksa Penuntut Umum (JPU) Ni Luh Ayu awalnya menjadwalkan menghadirkan empat saksi korban. Namun, hanya dua orang remaja berinisial Di (15) dan Sha (14), yang hadir dalam persidangan. Keduanya merupakan warga Badas yang mengalami gejala keracunan usai menghadiri acara salawatan pada 1 Oktober tahun lalu.
Dari keterangan di persidangan, Di mengaku sempat merasa mual, muntah, dan nyaris pingsan setelah menenggak susu kemasan. Sha pun mengalami gejala serupa usai mengonsumsi teh botol dan camilan stik rasa keju serta cokelat. “Keluhannya muncul sekitar 30 menit setelah mereka mengonsumsi makanan dan minuman itu,” jelas Ni Luh.
Menariknya, menurut JPU, tidak semua korban mendapatkan penanganan medis yang sama. Beberapa diberikan obat, sementara lainnya hanya diberi air kelapa muda (degan). Semua korban sempat dirujuk ke dua rumah sakit, yakni RSUD dan RS HVA Toeloengredjo.
Ni Luh Ayu juga menyampaikan bahwa dua saksi lainnya absen karena satu tengah menghadapi ujian sekolah, sedangkan yang lain tidak bisa hadir karena orang tuanya berada di luar kota.
Sementara itu, kuasa hukum terdakwa Anang Hartoyo menyampaikan bahwa dalam persidangan kali ini, muncul informasi baru yang sebelumnya tidak tercantum dalam Berita Acara Pemeriksaan (BAP) maupun surat dakwaan. Yaitu adanya tindakan medis dari panitia kepada para korban sebelum dilarikan ke rumah sakit.
“Ada fakta baru bahwa saksi korban diberikan obat oleh panitia, padahal pemberi obat bukan tenaga medis. Bahkan, saksi Di diketahui memiliki riwayat asam lambung akut,” ujarnya.
Pihaknya menduga, salah satu penyebab keracunan bisa berasal dari pemberian obat yang tidak tepat. Apalagi, lanjutnya, makanan dan minuman yang dibagikan telah disimpan oleh panitia selama lima hari sebelum dibagikan. Padahal, produk-produk tersebut diketahui berasal dari stok kedaluwarsa.
“Obat yang diberikan sudah dipersiapkan panitia dalam jumlah besar. Bentuknya kapsul dan sudah dipotong-potong, seperti sengaja disiapkan untuk dibagikan,” tambah Anang.
Lebih lanjut, menurut pengacara terdakwa, pernyataan saksi korban mengenai rasa dan kondisi makanan juga terkesan tidak konsisten. Dalam BAP, saksi mengaku mengetahui bahwa makanan tersebut kedaluwarsa, tetapi saat dikonfirmasi di persidangan, mereka justru mengaku tidak pernah membaca label tanggal kadaluwarsa.
Dalam persidangan berikutnya, JPU dijadwalkan akan menghadirkan saksi ahli guna menjelaskan lebih lanjut mengenai prosedur pemberian obat dan penanganan medis yang sesuai standar.
Sebagaimana diketahui, terdakwa Anik dijerat sejumlah pasal, yakni Pasal 62 ayat 1 jo Pasal 8 ayat 2 dan 3 UU No. 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen, serta Pasal 146 ayat 1 huruf a jo Pasal 143 dan Pasal 99 UU No. 18 Tahun 2012 tentang Pangan. Ia juga diancam Pasal 204 ayat 1 KUHP terkait perbuatan membahayakan nyawa orang lain.
Sebelumnya, keracunan massal dialami ratusan jemaah usai menyantap konsumsi dari panitia acara salawatan. Hasil penyelidikan polisi menemukan bahwa makanan dan minuman yang disumbangkan Anik berasal dari stok kedaluwarsa yang dikumpulkan di gudangnya. Polisi menyita sekitar 30 truk berisi makanan dan minuman tidak layak konsumsi, banyak di antaranya telah dihapus tanggal kedaluwarsanya.(red.al)
Posting Komentar