Kediri, radarjatim.net – Warisan budaya Jawa ternyata masih sangat membekas dan hidup di tengah masyarakat Malaysia, khususnya di wilayah Johor, Selangor, dan Perak. Di tiga kawasan tersebut, unsur-unsur budaya Jawa masih bisa ditemui dalam kehidupan sehari-hari masyarakat, baik dari segi arsitektur, busana, hingga kesenian tradisional.
Salah satu pengaruh yang paling terlihat adalah pada arsitektur rumah tradisional, yang masih menampilkan bentuk rumah joglo dan limasan. Hal ini disampaikan oleh Prof. Alice Sabrina Ismail dari Universiti Teknologi Malaysia (UTM). Menurutnya, model bangunan yang banyak ditemukan tidak hanya pada rumah tinggal, tapi juga pada arsitektur masjid, di mana atap bertingkat atau bumbung bertingkat menjadi ciri khas.
“Atap bertingkat ini mengandung makna simbolis yang dalam, sering dikaitkan dengan Gunung Semeru dan berlapis spiritualitas. Setiap tingkat mencerminkan tahapan spiritual dalam pemahaman Kejawen,” ujar Alice.
Ia menambahkan bahwa bentuk rumah tradisional tersebut tidak hanya sebatas fisik, tetapi sarat dengan nilai-nilai filosofi dan spiritualitas. Dalam seni arsitektur tersebut terdapat perpaduan nilai animisme, pengaruh Hindu-Buddha, ajaran Islam, serta kearifan lokal. Bangunan menjadi wujud hubungan antara manusia dengan alam, spiritualitas, dan ruang hidupnya, baik secara nyata maupun simbolis.
Tak hanya dari sisi bangunan, pengaruh budaya Jawa juga merasuk dalam dunia busana. Keturunan Jawa di Malaysia masih menjaga tradisi mengenakan batik Jawa pada acara-acara resmi, terutama saat pernikahan atau upacara adat lainnya. Corak dan motif batik yang dikenakan membawa makna keselarasan dan keindahan yang telah diwariskan secara turun-temurun.
Kesenian tangan juga masih dilestarikan, salah satunya adalah wayang kulit. Di Malaysia, terdapat dua jenis karakter wayang yang dikenal luas yakni wayang Purwo dan wayang Melayu. Perbedaan paling mencolok terletak pada alur cerita yang dibawakan. Jika di Indonesia, wayang kulit identik dengan epos Mahabharata dan Ramayana, maka di Malaysia cerita wayang lebih menyoroti kehidupan sehari-hari dan nilai moral, seperti tolong-menolong dan hidup selaras dengan alam.
Nilai-nilai ini mencerminkan filosofi keseimbangan semesta, yang merupakan inti dari ajaran Kejawen. “Dalam setiap cerita wayang, pesan moral dan nilai kebajikan selalu menjadi inti utama yang ingin disampaikan kepada masyarakat,” ungkap Alice.
Di bidang seni pertunjukan, tari tradisional Kuda Kepang—yang dikenal juga sebagai Kuda Lumping atau Jathilan—masih sering dipentaskan. Tarian ini biasanya ditampilkan dalam ritual budaya dan mengandung unsur spiritual yang kuat. Dalam tradisi masyarakat keturunan Jawa di Malaysia, tari Kuda Kepang tidak hanya menjadi hiburan, tetapi juga menjadi bagian dari ungkapan kepercayaan dan penghormatan kepada leluhur.
Pemerhati budaya juga menyebut bahwa pelestarian budaya Jawa di Malaysia merupakan contoh keberhasilan diaspora dalam menjaga identitas budaya. Generasi muda pun terus diajak untuk mengenali dan menghidupkan kembali akar budayanya agar warisan ini tidak terputus oleh zaman.
Dengan pelestarian yang berkelanjutan dan keterbukaan masyarakat terhadap kearifan leluhur, budaya Jawa di negeri jiran terus bertahan dan berkembang, menjadi bukti bahwa akar budaya bisa melintasi batas negara dan waktu.(red.a)
Posting Komentar