Kediri, radarjatim.net – Insiden nahas tersebut terjadi pada Sabtu, 21 Juni 2025, ketika Juliana bersama beberapa rekannya melakukan pendakian. Dalam perjalanan, ia terpeleset dan jatuh ke dalam jurang sedalam 600 meter. Cuaca yang tidak bersahabat dan medan yang terjal menyulitkan proses pencarian dan evakuasi oleh tim SAR.
Setelah tiga hari pencarian intensif, jasad korban ditemukan pada Selasa (24/6). Namun, karena medan yang ekstrem, proses evakuasi baru dapat dilakukan keesokan harinya, Rabu (25/6), sebelum akhirnya jasad dibawa ke RSUD Bali Mandara untuk menjalani autopsi.
Awalnya, autopsi direncanakan dilakukan di RS Bhayangkara Mataram. Namun, rencana tersebut batal karena satu-satunya dokter forensik di NTB sedang berada di luar daerah, tepatnya di Semarang. Autopsi akhirnya dilakukan di RSUD Bali Mandara oleh dr. Ida Bagus Putu Alit, dokter forensik yang menangani langsung jenazah Juliana.
Menurut hasil autopsi yang dilakukan pada Kamis malam (26/6), tubuh korban ditemukan dalam kondisi utuh, namun dengan luka lecet di hampir seluruh bagian tubuh. Yang mengejutkan, korban diperkirakan sempat bertahan hidup sekitar 20 menit setelah jatuh ke jurang, sebelum akhirnya menghembuskan napas terakhir.
Dokter menyebut, penyebab utama kematian Juliana adalah kerusakan organ dalam akibat benturan benda tumpul saat terjatuh, yang menyebabkan pendarahan hebat, terutama pada bagian perut dan dada. Dugaan sebelumnya yang menyebut korban meninggal akibat hipotermia dibantah tegas, karena tidak ditemukan tanda-tanda yang mengarah pada kondisi tersebut.
Tragedi ini menjadi pengingat keras bagi siapa pun yang hendak melakukan kegiatan di alam bebas, bahwa keselamatan dan persiapan matang harus menjadi prioritas utama. Kematian Juliana Marins bukan hanya kehilangan bagi keluarga dan sahabat, tetapi juga bagi komunitas petualang internasional yang mengenalnya sebagai pribadi penuh semangat dan cinta akan alam. (RED.A)
Posting Komentar